Mengenal Komunitas Klub Buku Baca Baci, Gaungkan Baca Buku Untuk Anak

www.narrativetimes.com.ǁJawa Barat,24 September 2025-Derasnya arus digital yang kerap membuat anak-anak lebih akrab dengan gawai ketimbang buku, sekelompok ibu di Bandung justru memilih jalan berbeda.
Mereka menggagas sebuah komunitas kecil bernama Klub Buku Baca-Baci, wadah untuk menumbuhkan dan merawat minat baca anak-anak sejak dini.
Komunitas ini lahir dari pertemuan tiga ibu, Nia Purnamasari, Nongki Sakinah, dan Noveni Bandung Hiashinta.
Nia mengatakan bahwa Klub Buku Baca-Baci menjadi ruang pemeliharaan minat baca anaknya.
“Anak aku homeschooling dan punya minat membaca yang sedang dipelihara. Nah, disinilah tempatnya pemeliharaan,” ujar Nia saat ditemui di Toko Buku Bandung, Jalan Garut, Selasa (23/9/2025)
Nongki, yang juga ibu dari dua anak berusia 11 dan 5 tahun, serta Noveni merasakan keresahan yang sama.
Mereka ingin anak-anak memiliki wadah khusus untuk menjaga semangat membaca.
“Kami ingin anak-anak punya wadah. Yang belum punya minat bisa terpantik, yang sudah punya bisa dipelihara supaya nggak luntur,” kata Nia.
Nia menceritakan awal mula Baca-Baci tak lepas dari keberadaan Toko Buku Bandung yang rutin menggelar acara literasi.
Salah satunya adalah Klub Buku Laswi, ruang diskusi buku yang biasa diikuti para orang dewasa, dari sanalah ide Baca-Baci muncul.
“Awalnya anaknya Teh Nongki dulu yang jadi pemantik. Lalu aku ikut mengajak anakku, terus akhirnya ketiga anak kami sama-sama jadi pemantik cilik di acara Klub Buku Laswi,” cerita Nia.
Dari pengalaman itu, mereka melihat kebutuhan akan forum khusus untuk anak-anak.
Maka lahirlah gagasan membuat Klub Buku Baca-Baci. Nama yang dipilih pun terkesan ceria dan dekat dengan dunia anak.
“Dari namanya memang ingin kelihatan lucu, fun, anak-anak banget. Tapi ternyata juga nemu arti banyak baca, banyak cerita,” jelas Nia.
Sejak resmi berjalan pada Agustus 2025, Klub Buku Baca-Baci rutin menggelar pertemuan.
Hingga September ini, Nia mengatakan komunitas sudah memasuki pertemuan keempat.
Meski baru berjalan dua bulan, kegiatan ini dirancang serius namun tetap menyenangkan.
Setiap pertemuan, anak-anak tidak hanya membaca, tetapi juga bercerita, berbagi, dan mempresentasikan kembali bacaan mereka.
Hal ini dianggap penting agar anak lebih berani berpendapat sekaligus melatih kemampuan bercerita.
“Inginnya anak-anak sesudah membaca itu nggak diem, tapi justru pakai bacaan itu sebagai bahan cerita dan diskusi,” ujar Nongki.
Metode kegiatannya pun beragam, ada yang berkelompok, individual, menulis, dan presentasi lisan.
Semua diarahkan agar membaca tidak berhenti di aktivitas hening, tapi menjadi pengalaman yang hidup.
Membangun komunitas literasi anak tentu bukan perkara mudah.
Namun bagi Nia, Nongki, dan Noveni, semangat tak boleh padam meski peserta sedikit.
“Dari awal aku mikir, kalaupun nggak ada yang datang, kita berdua aja dengan anak-anak, yang penting jalan dulu,” kata Nongki.
Promosi dilakukan sederhana, mulai dari membuat poster hingga mengabarkan lewat Instagram pribadi. Dari mulut ke mulut, komunitas ini akhirnya berkembang secara organik.
“Awalnya cuma bertiga, terus lewat teman-teman komunitas, makin banyak yang datang, organik aja jalannya,” ungkap Noveni.
Tujuan Baca-Baci bukan hanya menumbuhkan minat baca, tapi juga menanamkan keterampilan hidup.
Anak-anak diajak memahami bahwa membaca bisa melahirkan beragam karya tulisan, cerita lisan, hingga diskusi bermakna.
“Kami ingin membuat bahwa membaca itu bisa menghasilkan produk yang bermacam-macam. Jadi keterampilan ini jadi keterampilan dasar untuk hidup,” kata Noveni.
Meski masih seumur jagung, Klub Buku Baca-Baci menunjukkan bahwa literasi bisa ditumbuhkan dengan cara sederhana, berbasis komunitas, dan berpusat pada kebutuhan anak.